ASUHAN KEPERAWATAN SINDROMA NEFROTIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria massif, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Di klinik (75 %-80 %) kasus Sindroma Nefrotik merupakan Sindroma Nefrotik Idiopatik. Pada anak-anak (<16 tahun) paling sering ditemukan nefropatik lesi minimal (75 %-85 %) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80 % < 6 tahun saat diagnosis di buat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30 %-50 %), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2:1. kejadian Sindroma Nefrotik idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun, sedangkan pada dewasa 3/1.000.000/tahun.

Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologinya, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya terhadap pengobatan. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya trapi dan pemberian steroid.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan sindroma nefrotik.

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian

Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerolus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang masif (Donna L, Wong, 2004).

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), sindroma nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai dengan peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema, dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang ssngat merusak membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerolus.

2.2 Etiologi

Penyebab Sindroma Nefrotik pada anak-anak adalah :

a. Glomerulonefritis kelainan minimal (sebagian besar)

b.Glomerulosklerosis fokal dan segmental

c. Glomerulonefritis membranoproliferatif

  1. Glomerulonefritis pascastreptokokok

Penyebab Sindroma Nefrotik pada dewasa adalah :

  1. Glomerulonefritis primer (sebagian besar tidak diketahui sebabnya)
  • Glomerulonefritis membranosa
  • Glomerulonefritis kelainan minimal
  • Glomerulonefritis membranoproliferatif
  • Glomerulonefritis pascastreptokokok

b.  Glomerulonefritis sekunder

  • Lupus erimateos sistemik
  • Obat (emas, penisilamin, kaptopril, anti inflamasi non-steroid)
  • Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)
  • Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerolus (diabetes, amilodosis)

(Arief  Mansjoer, dkk, 2005)

Menurut sumber lain (http://koaskamar13.wordpress.com/), penyebab SN sekunder selain yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa penyebab lagi yang dapat menimbulkan SN, yaitu reaksi alergi, transplantasi ginjal, trombosit vena renalis, stenosis arteri renalis, dan obesitas massif.

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Agar dapat melakukan pengobatan rasional, kita perlu memahami patogenesis dan patofisiologi penyakit sindroma nefrotik.

Protenuria

Ini merupakan kelainan dasar sindroma nefrotik. Proteinuria sebagian besar berasal dari kebocoran glomerolus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan intregitas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerukus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekresikan oleh urin adalah albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polianionic glycosaminolgycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuria disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membransa disebabkan teruatma oleh hilangnya size selectivity

Hipoalbuminemia

Disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisma albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat, tetapi mungkin normal atau menurun.

Hiperlipidemia

Kolesterol serum, VLDL, LDL, HDL, dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.

Edema

Menurunnya tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin. Angiotensin, menyebabkan retensi Na+ dan edema lebih lanjut.

Hiperkoagulabilitas

Keadan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endoetel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).

2.4 Manifestasi Klinis

  1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (piting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstremitas bawah (sakrum, tumit dan tangan) (Bertz, 2002).
  2. Proteinuria >3,5 gr/hari pada dewasa atau 0,05 gr/kg BB/hari pada anak-anak.
  3. Hipoalbuminemia <30 gr/l
  4. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
  5. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosit vena dan arteri
  6. Penurunan jumlah urin : urin gelap, berbusa
  7. Pucat
  8. Hematuria
  9. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
    1. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, BB meningkat, dan keletihan umumnya terjadi.
    2. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

* Komplikasi

Infeksi sekunder akibat hipoalbuminemia, shock terjadi pada hioalbuminemia berat (<1 gr/100ml) trombosit vaskuler akibat gangguan sistem koagulasi, malnutrisi atau kegagalan ginjal dapat terjadi (Rauf, 2002)

2.5 Pemeriksaan Laboratorium

-BJ urine meninggi

-hipoalbuminemia

-kadar urine normal

-anemia defisiensi besi

-LED meninggi

-kalsium dalam darah sering merendah

-kadang-kadang glukosaria tanpa hiperglikemia

2.6 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal

  • Penatalaksanaan edema

Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Jika edema berat, pasien diet rendah natrium (Smeltzer dan Bare, 2001).

Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik ringan, seperti Tiazid atau furosemid dosis rendah. Bila edema refrakter, dapat digunakan albumin IV. Bila perlu diberikan tambahan kalium (Mansjoer, dkk, 2005)

Pengobatan kortikosteroid yang dianjurkan Internasional Cooperative Study of Kidney Children (ISKDC), sebagai berikut :

1. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.

2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1 bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

(Mansjoer, 2000)

Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindroma nefrotik mencakup agens antineoplastik (cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, leukeren, atau siklosporin).

Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid, untuk mengurangi proteinuria digunakan terapi simptomatik dengan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), misal kaptopril atau enapril dosis rendah, dan dosis ditingkatkan setelah 2 minggu.

Selain itu, OAINS (Obat Anti Inflamasi Non-Steroid) dapat mengurangi kadar fibrinogen, fibrin-related antigenic dan mencegah agregasi trombosit. Obat ini tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin <50 ml/menit.

Pada kasus SN yang resisten terhadap steroid dan obat Imunosupresif, dapat diberikan suatu imunosupresan baru, yaitu Mycophenale Mofetil (MMF). Dosis MMF adalah 2 X (0,5X1) gram.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEFROTIK SINDROM

3.1 Pengkajian

  1. Identitas

Umumnya 90% dijumpai pada kasus anak. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2:1 pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic sindrome

  1. Riwayat kesehatan

1)      Keluhan utama

Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun

2)      Riwayat penyakit dahulu

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

3)      Riwayat penyakit sekarang

Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan menurun, konstipasi, urin menurun.

  1. Riwayat kesehatan keluarga

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

  1. Riwayat kehamilan dan persalinan

Tidak ada hubungan.

  1. Riwayat kesehatan lingkungan

Endemik malaria sering terjadi kasus SN.

  1. Imunisasi

Tidak ada hubungan.

  1. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

BB = umur (tahun) x 2 + 8

TB = 2x TB lahir

  1. Riwayat nutrisi

Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) x 100 % dengan interprestasi : < 60 %(gizi sedang), < 30 % (gizi buruk), dan diatas 80% (gizi baik).

  1. Pengkajian persisten

1)      Sistem pernafasan

Frekwensi pernafasan 15-23 x/menit, rata-rata 18x/menit, efusi pleura karena distensi abdomen.

2)      Sistem kardiovaskuler

Nadi 70-110x/menit, TD 95/65-100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.

3)      Sistem persarafan

Dalam batas normal

4)      Sistem pencernaan

Diare, nafsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, maalnutrisi berat, hernia umbilikus, prolas ani.

5)      Sistem perkemihan

Urine/ 24 jam 600- 700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

6)      Sistem muskuloskeletal

Dalam batas normal.

7)      Sistem integrumen

Edema periorbital, asites.

8)      Sistem endokrin

Dalam batas normal

9)      Sistem reproduksi

Dalam batas normal

  1. Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

3.2 Diagnosa dan Rencana Keperawatan

  1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas glomerolus.

Tujuan : volume cairan tubuh akan seimbang

Kriteria hasil : penurunan edema, asites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600- 700ml/ hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.

Intervensi Rasional
  1. Catat intake dan otuput secara adekuat
  1. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine.
  2. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama.
  3. Berikan cairan secara hati- bati dan diet rendah garam.
  4. Diet protein 1- 2 gr/ KgBB/ hari
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan.

Tekanan darah dalam BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi.

Estimasi penurunan edema tubuh.

Mencegah edema bertambah berat.

Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertambah rusaknya hemodinamik.

  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan nafsu makan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi

Kriteria hasil : nafsu makan baik, tidak terjadi hipoporteinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.

Intervensi Rasional
  1. Catat intake dan otuput makanan secara akurat.
  2. Kaji adanya anoreksia, hipotermia, diare.
  1. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup.
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh.

Gangguan nutrisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal.

Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk

  1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : Tanda- tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional
  1. Lindungi anak dari orang- orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung.
  2. Tempatkan anak di ruang non infeksi.
  3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
  4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik.
  5. Observasi tanda vital : nadi dan suhu tiap tiga jam.
  6. Observasi tempat pemasangan venflon.
Meminimalkan masuknya organisme

Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.

Nadi dan suhu yang meningkat indikator adanya infeksi.

Venflon merupakan port de entri kuman patogen.

  1. Kecemasan berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).

Tujuan : kecemasan anak menurun atau hilang.

Kriteria hasil : kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takut.

Intervensi Rasional
  1. Validasi perasaan takut atau cemas
  2. Pertahankan kontak dengan klien.
  3. Upayakan ada keluarga yang menunggu.
  4. Anjurkan keluarga/ orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga
Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat menghadapinya.

Memanfaatkan hubungan, meningkatkan ekspresi perasaan.

Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi

Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.

3.3 Indikator Keberhasilan Teurapetik

Terapi pada sindroma nefrotik dikatakan berhasil di tandai oleh :

Pengkajian fisik

  1. Tidak ada edema
  2. Turgor kulit baik
  3. Berat badan turun dalam rentang normal
  4. Tekanan darah 120/80 mmHg
  5. Nadi 60-100 x/menit
  6. Haluaran urine 600-700 ml/hari
  7. Tidak mengeluh ada rasa nyeri

Pemeriksaan diagnostik

  1. BJ urine : secara fisiologi 1,001-1,040

Spesimen acak dengan memasukkan cairan normal  1,010-1.020

  1. kadar protein dalam rentang normal
  2. kadar kalium dalam rentang normal (3,5-5,3 mEq/L)
  3. albumin (3,5-4,5 gr/dL)
  4. BUN (10-20 mg/dL)
  5. Kadar natrium dalam rentang normal (135-145 mEq/L)
  6. Kadar kalsium dalam rentang normal (4-5 mEq/L)
  7. Kadar kolesterol dalam rentang normal (< 200 mg/dl,; LDL < 100 mg/dl,; HDL > 40 mg/dl)
  8. Cretinin serum (0,7-1,2)

CRE : ’06 PSIK USK

Tinggalkan komentar